Selasa, 18 November 2008

Amtenar Penyuling Sirih

Di mulut Sarinah, daun sirih hanya dikunyah untuk memperkuat gigi. Bertahun-tahun perempuan 65 tahun itu menyirih. Namun, di tangan Purwanto daun sirih memberikan laba bersih Rp9.9 00.000 sebulan. Itu hasil penjualan 30 kg minyak sirih yang rutin ia suling seharga Rp1,5-juta per kg. Biaya produksi sekilo minyak Rp1.170.000.

Pagi hingga siang, Purwanto memang amtenar alias pegawai negeri sipil. Ia menjadi penyuling daun sirih ketika petang sampai malam setelah pulang bekerja. Pria 43 tahun itu tak perlu pusing memasarkan minyak sirih hasil sulingannya. Setiap pekan pengepul menjemput komoditas itu ke rumahnya di Desa Jelok, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Dalam sepekan ia menjual 7,5 kg minyak sirih. Itu hasil 5 kali menyuling masing-masing 300 kg daun sirih kering yang menghasilkan 1,5 kg minyak.

Pengepul mensyaratkan minyak sirih yang jernih dan beraroma kuat. Begitu minyak diambil, pengepul membayar tunai. Daun sirih mengandung minyak terbang-betlephenol, seskuiterpen, monoterpen, monoterpenoids, dan chavicol. Khasiat senyawa aktif itu antara lain antikuman dan anticendawan.

Beragam industri produk kesehatan dan kecantikan memanfaatkan ekstrak daun sirih sebagai antibiotik. Itu sesuai dengan pemanfaatan secara taradisional. Bedanya nenek moyang kita menggunakan sediaan daun sirih segar, bukan ekstraksi.

Pria kelahiran Boyolali 7 September 1965 itu memanfaatkan sirih sebagai b ahan baku minyak asiri lantaran ketersediaannya melimpah. Ia membeli daun sirih kering siap suling dari para pemasok Rp5.250 per kg. Sedangkan untuk daun segar yang berasal dari lahan sendiri, alumnus Universitas Sulawesi Tenggara itu menjemurnya hingga 2 hari, sebelum disuling. Dari daun-daun itulah Purwanto memperoleh minyak sirih.

Jual motor

Lokasi penyulingan di sebuah bangunan seluas setengah lapangan basket persis di sisi kanan rumahnya. Di sana terdapat sebuah ketel besi berkapasitas 300 kg bahan baku, ampas sulingan kering, ban bekas, dan kayu bakar. Tiga yang disebut terakhir dimanfaatkan sebagai bahan bakar ketika Purwanto menyuling daun anggota famili Piperaceae itu.

Biaya terbesar untuk pembelian bahan baku. Untuk menghasilkan 1 kg minyak, perlu 200 kg daun kering seharga Rp1.050.000. Ongkos tenaga kerja, dan bahan bakar Rp120.000. Artinya, dari penjualan sekilo minyak sirih ia memetik laba bersih Rp330.000.

Sukses Purwanto memproduksi minyak sirih tak diraih begitu saja. Ia memulai menekuni bisnis minyak asiri dengan belajar menyuling pada 2001. Ketika itu ia baru kembali ke kampung halaman setelah 15 tahun berdinas sebagai pegawai negeri sipil di Sulawesi Tenggara. Hanya mengandalkan gaji tak cukup. 'Saat itu hidup saya sulit. Saya sempat kerja sambilan menganyam rotan untuk menyambung hidup karena gaji tak cukup,' katanya.

Oleh karena itu, 'Saya mulai mempelajari cara menyuling minyak asiri untuk mendapatkan penghasilan lebih,' ujar Purwanto. Ia belajar teknik penyulingan ke produsen minyak asiri di kampungnya. Ketika itu di Cepogo, Kabupaten Boyolali, banyak penyuling adas Foeniculum vulgare. Usai pulang kerja, ia menghampiri beberapa penyuling. Selain itu ia juga mengikuti seminar atau pelatihan yang diselenggarakan Dinas Perindustrian Boyolali.

Untuk modal awal ia menjual sebuah sepeda motor dan meminjam di bank. Dana itu dimanfaatkan untuk membeli ketel, sebuah mobil pick up sebagai alat transportasi untuk mengangkut bahan baku dari kebun, dan biaya operasional. 'Kalau angkutannya menyewa, biaya produksi jadi tinggi. Makanya harus beli mobil,' katanya.

Jadilah Purwanto sebagai penyuling pada 2003. Komoditas yang ia olah adalah adas karena ketersediaan bahan baku melimpah. Untuk menghasilkan 1 kg minyak ia memerlukan 33 kg buah tanaman anggota famili Umbelliferae itu. Artinya rendemen adas hanya 3%.

Efisiensi

Saat itu Purwanto memproduksi minyak adas 10 kg per bulan. Dengan harga jual Rp600.000 per kg, omzetnya Rp6.000.000. Menurut Purwanto biaya produksi untuk menghasilkan sekilo minyak ketika itu hanya Rp286.500. Maklum, harga bahan baku relatif murah, Rp3.000 per kg. Laba bersihnya mencapai Rp313.500. Namun, kini biaya produksi minyak adas makin tinggi. Biaya bahan baku saja mencapai Rp15.000 per kg atau Rp495.000 untuk menghasilkan 1 kg minyak.

Dengan memperhitungkan bahan bakar dan tenaga kerja, laba penjualan minyak adas amat tipis. Sebab, harga jual minyak adas di tingkat penyuling tak berubah, Rp600.000 per kg. Itulah sebabnya enam bulan terakhir, ayah 3 anak itu berhenti menyuling adas. Sebagai gantinya Purwanto menyuling daun sirih. Selain karena ketersediaan bahan baku, harga jual minyak sirih yang menjulang menjadi daya tarik baginya.

Agar labanya kian besar, Purwanto berencana mengganti ketel berukuran lebih besar, 1 ton. Sebab, biaya tenaga kerja untuk menyuling 300 kg dan 1.000 kg daun sirih sama saja. Dengan memperbesar ukuran ketel, ia dapat menghemat biaya produksi Rp180.000 tiap kali menyuling. Selain itu untuk menghasilkan 7,5 kg minyak sirih per pekan, ia hanya perlu sekali menyuling. Bandingkan dengan saat ini, 5 kali menyuling sepekan untuk menghasilkan volume sama. (Ari Chaidir)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda